Bertemu
denganya merupakan anugerah yang paling indah menurutku, dekat denganya adalah
hal terbaik yang aku tahu, bersahabat denganya adalah hal ternyaman yang aku
rasakan. Dan bersanding bersamanya kali ini, tak akan pernah aku lepaskan. Tapi
melihatnya bahagia dengan yang lain.
Rela tak rela, harus mau kau lepaskan.
*********
"Kamu
serius mau pergi? Yaudah, hati-hati ya. Sukses disana. Jangan lupa kabari aku
kalau kamu pulang ke Indonesia! Eh, oleh-oleh juga jangan lupa ya?".
Kata-kata
terakhir yang aku ucapkan kepadanya sebelum ia benar-benar pergi dari tanah
Indonesia ini. Harusnya aku mencegahnya beberapa menit saja, seharusnya aku
tidak berpaling dan menahan air mata yang perlahan mulai jatuh menuruni pipiku.
Jangan berlari. Aku harusnya tidak tergesa-gesa sehingga aku bisa mencurahkan
semua perasaan yang belum sempat aku bicarakan kepadamu selama ini.
Jerman.
Jerman yang
aku tahu adalah negara yang jauh dan sangat jauh dari Indonesia. Aku tidak
pernah menyadari bahwa Jerman adalah tempat yang ia pilih untuk melanjutkan
studi-nya. Aku tidak pernah menyangka kalau Jerman adalah tempat yang ia
putuskan untuk singgah beberapa tahun kedepan.
Kenapa harus
Jerman? Kenapa kita harus terpisah sekian ribu kilometer? Kenapa aku tak bisa
bertemu denganmu dalam waktu yang dekat lagi? Bahkan aku harus menunggu 4 tahun
kedepan untuk bertemu denganmu.
Setelah aku
dengar berita dari orangtuamu akan kepergianmu dan kamu akan melanjutkan
sekolah ke negeri sakura itu, hatiku mendadak beku. Senyuman yang mengembang
dipipiku perlahan pudar dan mataku mulai berkaca-kaca.
Baru
beberapa bulan saja kita menjalin suatu hubungan setelah sekian tahun kita
saling mengenal. Secepat itu aku harus melepas kepergianmu? Secepat itukah aku
melupakan tahun-tahun yang kita jalin bersama?
Malam itu,
aku putuskan untuk bertemu denganya. Orang yang aku sayangi, orang yang
benar-benar aku sayangi.
"Kamu
bener mau pergi kesana? Serius dong jangan bikin panik" ucapku
padanya.
"Iya,
maaf ya aku engga ngabarin kamu dulu. aku aja ini engga nyangka" matanya
mengarah kedepan.
Bagaimana
bisa aku menyangka kalau ia sendiri tidak menyangka bahwa ia akan pergi jauh
dari ranah ibu pertiwi(?)
“Terus kita
mau gimana?”
“Kita ya
kita aja. Kamu mau kan nunggu 4 tahun? Buat aku? Masa persahabatan kita sampe
sini aja”. Mataku berkaca-kaca, Aku bahkan tidak pernah sanggup menyangka bila
sahabat sejak kecilku ini akan pergi jauh dari jangkauanku. Sejujurnya dia
bukan hanya sahabat bagiku, aku menginginkan lebih namun dia tidak pernah peka.
Tidak pernah mengerti sedikit pun perasaan yang aku tunjukan kepadanya.
Intinya, ia tak pernah peka akan perasaan yang aku tunjukan.
Besok, besok
adalah saat terakhir aku bertemu denganya. Besok aku harus mencurahkan segalanya dan besok aku harus berkata
sebenar-benarnya yang aku harus katakan padanya
*******
Penyesalan
selama 4 tahun ini harusnya aku jadikan pelajaran. 4 tahun kebelakang saat aku
tidak mengtakan hal-hal yang harusnya aku katakan. Setidaknya, hari ini
penyesalanku akan sirna. Hal yang aku nantikan selama ini akan terbayar. Aku
harus berani mengatakan apa yang seharusnya aku katakan, sejak dahulu.
Selama 4
tahun kebelakang aku belajar untuk menunggu dan tetap setia. Aku belajar untuk
berteguh pada satu hal. Aku belajar memmegang erat pada satu hal yang dulu aku
lepas. Aku banyak belajar bahwa cinta tak harus disia-siakan. Bahwa cinta tak
pernah mengenal penyesalan. Bahwa cinta adalah dia. Dia yang telah aku tunggu
selama ini.
E-mail yang
dia kirimkan padaku kemarin lusa membuatku tak sanggup berkata.
“Hai, ayas.
Saya putuskan untuk pulang ke Indonesia lusa. Saya
kangen sekali Indonesia. Saya gak lupa janji saya ke kamu. Jadi saya kabarin
kamu deh. Tolong beritahu orang tua saya ya yas.
Guten Nacht”
Akhirnya setelah
sekian lama aku menunggu kepulanganya, ia datang juga. Aku mempersiapkan
segalanya untuk besok. Sebucket bunga telah aku pesan. Maklum, seorang sahabat
pantaskan memberi sesuatu yang spesial kepada sahabat yang jauh darinya?:”)
Pagi ini,
aku berdandan tidak seperti biasanya. Rambutku aku urai dan aku bangun lebih
pagi dari biasanya. Memilih-milih dress yang mungkin saja bisa mengingatkanya
kembali. Dress bermotif bunga yang waktu itu aku beli bersamanya. Dress yang ia
pilihkan untukku dan masih ingat apa yang ia katakan padaku “Kamu cantik. Kamu
kelihatan cantik sekali, yas”. Pokoknya, hari ini aku ingin tampil beda. Aku
ingn mencurahkan segalanya. Karena orangtuanya memintaku untuk menjemputnya di
bandara. Maka aku sendiri yang menjemputnya ke bandara. Jantungku mulai
berdegup kencang saat mulai memasuki area bandara. Aku menunggunya, dengan
bunga ditanganku. Kulihat bahwa pesawat dari Jerman dan Indonesia sudah landing
maka aku berdiri menunggu dipintu kedatangan.
Banyak orang
yang berlalu lalang tapi aku tak melihat sedikitpun perawakanya, dan saat pintu
kedatangan hampir kosong, aku melihat seorang pria berjalan berdua dengan
seorang wanita. Tanganya bergandengan. Kukenali langkahnya, masih tegap dan
senyumnya masih mengembang dipipinya. Rambutnya masih acak-acakan seperti dulu.
Ternyata 4 tahun ini tak banyak berubah. Kecuali, kenyataan bahwa dia memang
memiliki seorang wanita.
“Hai ayas!”
ia menyapa dari jauh. Air mataku jatuh perlahan. Tenggorokanku terasa kering.
Mataku serasa ingin copot dan bahkan aku tak bisa bernafas. Bunga yang aku
pegang ditanganku dengan sendirinya terjatuh. Aku merasa lumpuh.
Ia semakin
dekat. Wanita disampingnya cantik sekali, cantik secantik wanita-wanita bule
yang sering aku lihat di TV. Tubuhnya tinggi semampai, matanya berwarna biru,
rambutnya kecoklatan.
“Ayas,
bagaimana kabarmu? Ayas kamu baik-baik saja? Oh ini bunga untukku?” ia jongkok
dan mengambil bunga itu.
“A..aaaa...aku
baik-baik saja, kok” suaraku terasa berat.
“Perkenalkan
Ayas, ini Jessie. Insyaallah calonku hehe”
Semua yang
ingin aku katakan, mendadak hancur. Semua yang telah aku rangkai semalaman
mendadak menghilang dalam ingatanku. Harapan yang aku bangun selama ini
ternyata kekosongan belaka. Sekian lama aku setia menunggunya tapi ia dengan
mudahnya melupakanku. Ia menggantikanku.
Sejak saat
itu, aku tak pernah percaya lagi janji seorang pria. Mereka hanya bisa
menyakiti tanpa tahu perasaan seorang wanita. Memori dan kasih yang aku bangun
serasa sia-sia, aku ingin melupakanya, untuk yang terakhir kalinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar