Rabu, November 27, 2013

Ketika hati memutuskan untuk tak percaya pada seorang pria, lagi.



Bertemu denganya merupakan anugerah yang paling indah menurutku, dekat denganya adalah hal terbaik yang aku tahu, bersahabat denganya adalah hal ternyaman yang aku rasakan. Dan bersanding bersamanya kali ini, tak akan pernah aku lepaskan. Tapi melihatnya bahagia dengan yang lain.
Rela tak rela, harus mau kau lepaskan.

*********

"Kamu serius mau pergi? Yaudah, hati-hati ya. Sukses disana. Jangan lupa kabari aku kalau kamu pulang ke Indonesia! Eh, oleh-oleh juga jangan lupa ya?".

Kata-kata terakhir yang aku ucapkan kepadanya sebelum ia benar-benar pergi dari tanah Indonesia ini. Harusnya aku mencegahnya beberapa menit saja, seharusnya aku tidak berpaling dan menahan air mata yang perlahan mulai jatuh menuruni pipiku. Jangan berlari. Aku harusnya tidak tergesa-gesa sehingga aku bisa mencurahkan semua perasaan yang belum sempat aku bicarakan kepadamu selama ini.

Jerman.

Jerman yang aku tahu adalah negara yang jauh dan sangat jauh dari Indonesia. Aku tidak pernah menyadari bahwa Jerman adalah tempat yang ia pilih untuk melanjutkan studi-nya. Aku tidak pernah menyangka kalau Jerman adalah tempat yang ia putuskan untuk singgah beberapa tahun kedepan.
Kenapa harus Jerman? Kenapa kita harus terpisah sekian ribu kilometer? Kenapa aku tak bisa bertemu denganmu dalam waktu yang dekat lagi? Bahkan aku harus menunggu 4 tahun kedepan untuk bertemu denganmu.



Setelah aku dengar berita dari orangtuamu akan kepergianmu dan kamu akan melanjutkan sekolah ke negeri sakura itu, hatiku mendadak beku. Senyuman yang mengembang dipipiku perlahan pudar dan mataku mulai berkaca-kaca.

Baru beberapa bulan saja kita menjalin suatu hubungan setelah sekian tahun kita saling mengenal. Secepat itu aku harus melepas kepergianmu? Secepat itukah aku melupakan tahun-tahun yang kita jalin bersama?
Malam itu, aku putuskan untuk bertemu denganya. Orang yang aku sayangi, orang yang benar-benar aku sayangi.

"Kamu bener mau pergi kesana? Serius dong jangan bikin panik"  ucapku padanya.
"Iya, maaf ya aku engga ngabarin kamu dulu. aku aja ini engga nyangka" matanya mengarah kedepan.
Bagaimana bisa aku menyangka kalau ia sendiri tidak menyangka bahwa ia akan pergi jauh dari ranah ibu pertiwi(?)
“Terus kita mau gimana?”
“Kita ya kita aja. Kamu mau kan nunggu 4 tahun? Buat aku? Masa persahabatan kita sampe sini aja”. Mataku berkaca-kaca, Aku bahkan tidak pernah sanggup menyangka bila sahabat sejak kecilku ini akan pergi jauh dari jangkauanku. Sejujurnya dia bukan hanya sahabat bagiku, aku menginginkan lebih namun dia tidak pernah peka. Tidak pernah mengerti sedikit pun perasaan yang aku tunjukan kepadanya. Intinya, ia tak pernah peka akan perasaan yang aku tunjukan.

Besok, besok adalah saat terakhir aku bertemu denganya. Besok aku harus mencurahkan  segalanya dan besok aku harus berkata sebenar-benarnya yang aku harus katakan padanya

*******

Penyesalan selama 4 tahun ini harusnya aku jadikan pelajaran. 4 tahun kebelakang saat aku tidak mengtakan hal-hal yang harusnya aku katakan. Setidaknya, hari ini penyesalanku akan sirna. Hal yang aku nantikan selama ini akan terbayar. Aku harus berani mengatakan apa yang seharusnya aku katakan, sejak dahulu.
Selama 4 tahun kebelakang aku belajar untuk menunggu dan tetap setia. Aku belajar untuk berteguh pada satu hal. Aku belajar memmegang erat pada satu hal yang dulu aku lepas. Aku banyak belajar bahwa cinta tak harus disia-siakan. Bahwa cinta tak pernah mengenal penyesalan. Bahwa cinta adalah dia. Dia yang telah aku tunggu selama ini.

E-mail yang dia kirimkan padaku kemarin lusa membuatku tak sanggup berkata.

Hai, ayas.

Saya putuskan untuk pulang ke Indonesia lusa. Saya kangen sekali Indonesia. Saya gak lupa janji saya ke kamu. Jadi saya kabarin kamu deh. Tolong beritahu orang tua saya ya yas.

Guten Nacht

Akhirnya setelah sekian lama aku menunggu kepulanganya, ia datang juga. Aku mempersiapkan segalanya untuk besok. Sebucket bunga telah aku pesan. Maklum, seorang sahabat pantaskan memberi sesuatu yang spesial kepada sahabat yang jauh darinya?:”)

Pagi ini, aku berdandan tidak seperti biasanya. Rambutku aku urai dan aku bangun lebih pagi dari biasanya. Memilih-milih dress yang mungkin saja bisa mengingatkanya kembali. Dress bermotif bunga yang waktu itu aku beli bersamanya. Dress yang ia pilihkan untukku dan masih ingat apa yang ia katakan padaku “Kamu cantik. Kamu kelihatan cantik sekali, yas”. Pokoknya, hari ini aku ingin tampil beda. Aku ingn mencurahkan segalanya. Karena orangtuanya memintaku untuk menjemputnya di bandara. Maka aku sendiri yang menjemputnya ke bandara. Jantungku mulai berdegup kencang saat mulai memasuki area bandara. Aku menunggunya, dengan bunga ditanganku. Kulihat bahwa pesawat dari Jerman dan Indonesia sudah landing maka aku berdiri menunggu dipintu kedatangan.

Banyak orang yang berlalu lalang tapi aku tak melihat sedikitpun perawakanya, dan saat pintu kedatangan hampir kosong, aku melihat seorang pria berjalan berdua dengan seorang wanita. Tanganya bergandengan. Kukenali langkahnya, masih tegap dan senyumnya masih mengembang dipipinya. Rambutnya masih acak-acakan seperti dulu. Ternyata 4 tahun ini tak banyak berubah. Kecuali, kenyataan bahwa dia memang memiliki seorang wanita.

“Hai ayas!” ia menyapa dari jauh. Air mataku jatuh perlahan. Tenggorokanku terasa kering. Mataku serasa ingin copot dan bahkan aku tak bisa bernafas. Bunga yang aku pegang ditanganku dengan sendirinya terjatuh. Aku merasa lumpuh.
Ia semakin dekat. Wanita disampingnya cantik sekali, cantik secantik wanita-wanita bule yang sering aku lihat di TV. Tubuhnya tinggi semampai, matanya berwarna biru, rambutnya kecoklatan.

“Ayas, bagaimana kabarmu? Ayas kamu baik-baik saja? Oh ini bunga untukku?” ia jongkok dan mengambil bunga itu.

“A..aaaa...aku baik-baik saja, kok” suaraku terasa berat.
“Perkenalkan Ayas, ini Jessie. Insyaallah calonku hehe”

Semua yang ingin aku katakan, mendadak hancur. Semua yang telah aku rangkai semalaman mendadak menghilang dalam ingatanku. Harapan yang aku bangun selama ini ternyata kekosongan belaka. Sekian lama aku setia menunggunya tapi ia dengan mudahnya melupakanku. Ia menggantikanku.

Sejak saat itu, aku tak pernah percaya lagi janji seorang pria. Mereka hanya bisa menyakiti tanpa tahu perasaan seorang wanita. Memori dan kasih yang aku bangun serasa sia-sia, aku ingin melupakanya, untuk yang terakhir kalinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bertumbuh, sebuah proses.

Hiruk pikuk dan apa yang terjadi saat ini, dibanyak sela kehidupan; mengharuskan saya berpikir secara logis dan rasional. Saya merasa bahwa ...