Kenapa
kamu baru berbicara sekarang ketika rasa ini sudah tertumpuk sejak lama yang
kemudian meminta kepastian. Kenapa kamu menumpuk sejumlah pertanyaanku yang
baru dijawab kali ini, bukanya sejak dulu aku mempertanyakan.
Kenapa kamu
memberi perhatian bila kamu juga memberi perhatian yang sama ke orang lain?
Sebanyak inikah rasa yang harus aku kubur kembali setelah sekian lama kita
bangun rasa itu bersama-sama?
Banyak
sekali ungkapan perasaan yang seharusnya lekas aku katakan kepadamu, sejak
dulu. Sejak awal kita berbagi waktu manis dan waktu senjang, semenjak kita
banyak menghabiskan segalanya bersama. Aku senang menghabiskan waktu bersamamu,
kita awalnya memulai hanya dengan sapaan. Sapaan lugu yang tentunya membuat aku
mudah bahagia hanya dengan sapaan itu. Kemudian lama kelamaan aku merasa kamu
dan aku seharusnya menjadi kita. Itu yang aku inginkan.
Banyak
hari yang kita rangkai bersama, berdua. Kenyamananku ada dikamu. Sedihku ada
dikamu. Kasih sayangku terlanjur melekat sepenuhnya kepada kamu. Semuanya,
lengkap hanya ada di kamu.
Semakin
lama, aku semakin berani memandang langsung mata polosmu. Melihat kedalam,
bahwa aku sepenuhnya ingin memilikimu. Tak ada yang akan kubagi kalau kamu
memang jadi milikku. Senyum-mu hanya aku yang dapatkan senyum itu, senyum tulus
dari wajahmu yang polos itu.
Sikapmu
yang memberi keleluasaan kepadaku, meskipun kita belum terikat. Sikapmu yang
membuat aku menanti kedatanganmu di tiap sore yang aku jalani. Sapaanmu yang
tak pernah lepas mengawali pagiku. Pesanmu yang tiap menit selalu memenuhi
kotak masuk ponselku. Menanyai keadaanku. Kegiatanku. Semuanya tentang aku
seperti kamu ingin tahu..
Suaramu
yang tiap hari membuat telingaku merasa mendengar suara merdu. Meski tak sering
aku dengar, tapi selalu menyejukan. Rambutmu yang hitam pekat dan dibiarkan
begitu saja, sering membuatku dengan mudahnya tertawa. Atau bahkan caramu
menghiburku disaat senyum tak lagi mengembang dipipiku.
Tapi
sekarang, aku tahu semua harapan yang aku bangun hanya untuk kamu hanyalah
sebuah kekosongan belaka. Kekosongan yang tak pernah diisi. Seperti halnya
rumah kosong, kamu yang membuat rumah itu namun kamu tak pernah berniat
mengisinya. Semuanya terasa sakit dan sia-sia. Lebih parahnya lagi kamu
mengatakanya baru kali ini. “Aku gak bisa. Aku sama kamu gak pernah bisa jadi
kita”. Hancur melebur.
11
kata singkat. 2 kalimat. Cukup untuk mematahkan hati seorang gadis yang
benar-benar mencintai seorang pria. Cukup untuk mematahkan hatiku yang aku
rasakan hanya untuk kamu. Cukup aku mendengar kata-kata pahit mematikan setelah
sebelumnya hanya kamu yang membuatku bahagia seorang.
Mengenaskan,
bahkan tragis. Kenapa kamu baru berbicara sekarang? Kenapa kamu bukanya
menjauhiku sejak dulu. Seharusnya kamu gak pernah dan jangan nganggap aku ada
bila akhirnya harapan kekosongan yang akan kamu berikan. Mungkin ini bukan
salahmu, aku yang salah karena terlalu sering membuatmu merasa ada disampingku.
Aku
terlalu sering merasa kalau kamu akan membalasku dengan hal yang sama. Ternyata
tidak. Kamu hanya ingin aku mengisi kekosongan dihati kamu tanpa kamu haus
meninggalkan kenangan masa lalu. Masalalumu lebih indah daripada harapan yang
selama ini aku gantungkan.
Seharusnya
kamu memberitahuku, seharusnya kamu sadar bahwa aku satu-satunya orang yang
bergantung dan menggantungkan kasihnya hanya untuk kamu. Kamu harusnya tau itu
sejak dahulu. Atau kamu pura-pura gak tau dan gak ingin tahu?
Semuanya
terasa sakit begitu perih perlahan.
Mungkin
aku terlalu berharap, salahnya aku menggantungkan cinta pada seorang laki-laki
yang tak pernah bisa menjawab sebuah pertanyaan sejak dahulu. Aku salah dan
penyesalan ini selalu datang terakhir. Aku terlalu berharap dan harapan
inihanya menjadi angan-angan belaka yang tak pernah jadi kenyataan.
Terima
kasih, harapan kekosongan ini mungkin tak akan pernah terisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar