Selasa, Mei 14, 2013

Kamu menggunakan logika? atau hati?

Di dunia ini banyak hal wajar yang masih bisa diserap oleh logika.
Masih bisa dicerna oleh akal pikiran dan masih bisa diterima kemudian oleh hati. Semua hal wajar itu, aku yakin aku masih bisa menerimanya.
Tapi, aku tak pernah mengerti dengan kamu.
Akalku tak pernah bisa menerima.
Pikiranku tak bisa mencerna. Otak yang biasanya bekerja hampir sempurna, kini tak bisa lagi mengenal. Mati akan pikiran, bukanya mati akan rasa.

Otak, sebagai penggerak semua anggota tubuh, pengontrol pikiran dan penjernih iman. Tapi, setiap membicarakan kamu seperti tak ada lagi memori yang harus diingat, tak ada memori yang tertinggal dalam pikiran.
Banyak memori hilang berterbangan bebas melayang entah kemana. Banyak memori yang terkubur dan telah membusuk sekian lamanya tanpa harus digali lagi. Sungguh tak pantas bila aku menangkap kembali burung yang telah bebas di alam, sungguh tak pantas aku menggali mayat yang telah terkubur dan tenang disana. Hal itu tak pernah bisa dicerna oleh akal sekalipun.



Akal yang tuhan ciptakan bagi manusia. Akal yang menjadi kelebihan bagi manusia diantara makhluk-makhluk yang ada di dunia ini.
Sekali lagi aku tegaskan tanpa basa-basi, kamu bukanlah orang yang pikiran dan akal kuinginkan,
tapi......
Hati berkata berbeda. Hatiku dengan mudahnya menerima, membuka jalan bagimu untuk masuk kembali dalam kubangan perasaan yang kian hari kian membesar. Hatiku dengan mudahnya, mengumbar-ngumbar kembali apa yang seharusnya tak pernah diterima oleh pikiran. Hati kadang tak pernah bisa memberikan toleransi antara rasa yang saling bertubrukan.

Hati yang tuhan ciptakan sebagai rasa akan kepekaan, bagi setiap umat manusia. Hati diciptakan dengan rasa belas kasihan dan rasa saling menghargai. Tapi, Hati sebagai kunci masuknya kembali masa lalu, dalam genggaman pikiran.
Maunya hati, harus selalu bisa menerima meskipun kita sudah segenap melupakan. Keinginan hati, kita saling beradu ucapan kembali. Kepekaan hati adalah agar aku dan kamu bisa saling mengerti satu sama lain. Hati selalu bertubrukan memang.

Ketidaksinkronan antara akal pikiran dan perasaan hati, pantaskah kita masih membanggakanya? Jangan, aku rasa kita harus pilih satu diantara dua pilihan tersebut. Haruskah kita tersiksa dengan perasaan yang kian hari kian menumpuk? Ataukah kita harus merelakan hal yang dengan mudahnya dilupakan oleh akal pikiran?

Disaat perasaan ingin menerima, akal pikiran terus menolak dengan mentah, tanpa adanya toleransi sebagaimana hati yang menerima tanpa toleransi.
Disaat perasaan merengkuh kembali, akal pikiran terus melepas menjauhi rengkuhan hati yang semakin sini semakin erat namun terpaksanya dilepas.
Disaat perasaan mencoba mengingat-ngingat kembali, akal pikiran terus melupakan bahkan berharap agar terjadi amnesia agar kita tak pernah lepas berharap, beraharap pada siapa? Tentu, pada dia.
Disaat perasaan menggali kembali serpihan kenangan, akal pikiran mengubur kembali dengan tumpukan kebahagiaan yang akan dikenang oleh hati.
Disaat perasaan mengucap kata-kata indah masa lalu, akal pikiran mengecam kata-kata pahit yang dulu pernah terucapkan. secara sengaja, atau pun tudak.
Disaat perasaan merasakan kembali hangatnya sentuhan, akal pikiran menepis tangan-tangan seorang penjaga hati yang mengelap air mata dan keringat yang bercucur manis diwajah.
Disaat perasaan mengungkap kembali lagu di masa lalu, akal pikiran menyanyikan aransemen masa depan.
Kamu, memilih hati? atau logika?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bertumbuh, sebuah proses.

Hiruk pikuk dan apa yang terjadi saat ini, dibanyak sela kehidupan; mengharuskan saya berpikir secara logis dan rasional. Saya merasa bahwa ...